A.
PENGERTIAN
Transplantasi adalah pencangkokan suatu jaringan atau organ
manusia tertentu dari suatu tempat ketempat lain pada tubuhnya sendiri atau
tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Transplantasi ini ditujukan untuk
menggantikan organ yang rusak atau tak berfungsi pada penerima dengan orang
lain yang masih berfungsi sebagai donor. Donor organ dapat merupakan orang yang
masih hidup ataupun telah meninggal.
Transplantasi
ditinjau dari sudut sipenerima dapat dibedakan menjadi :
- Autotransplantasi yaitu pencangkokan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri.
- Homotransplantasi yaitu pencangkokan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain.
- Heterotransplantasi yaitu pencangkokan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh spesies lainnya.
Sejarah dan
perkembangan transplantasi pada tahun 600 SM di India, Susruta telah melakuakan
transpalantasi kulit. Sementara zaman Renaissance, seorang ahli bedah dari
Itali bernama Gaspare Tagliacozzi juga telah melakukan hal yang sama. Diduga
John Hunter ( 1728 – 1793 ) adalah pioneer bedah eksperimental, termasuk bedah
transplantasi. Dia mampu membuat kriteria teknik bedah untuk menghasilkan suatu
jaringan trnsplantasi yang tumbuh di tempat baru. Akan tetapi sistim golongan
darah dan sistim histokompatibilitas yang erat hubungannya dengan reaksi
terhadap transplantasi belum ditemukan. Pada abad ke – 20, Wiener dan
Landsteiner menyokong perkembangan transplantasi dengan menemukan golongan
darah system ABO dan system Rhesus. Saat ini perkembangan ilmu kekebalan tubuh
makin berperan dalam keberhasilan tindakan transplantasi. Perkembangan
teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik
transplantasi.
B.
PANDANGAN 5 AGAMA TENTANG TRANSPLANTASI
1.1 Transplantasi menurut
pandangan agama Islam
Kalangan ulama memperdebatkan masalah transplantasi dalam pandangan agama islam, tetapi
kalangan ulama juga berpendapat untuk tidak
membolehkan transplantasi organ tubuh manusia yang dalam keadaan koma atau
hampir meninggal sekalipun harapan hidup bagi orang tersebut sangat kecil, ia
harus dihormati sebagai manusia sempurna. Dalam kaitan dengan ini, Ibnu Nujaim
( 970 H/1563 M) dan Ibnu Abidin (1198 H/1784 M-1252 H/1836 M), dua tokoh fikih
Mazhab Hanafi, menyatakan bahwa organ tubuh manusia yang masih hidup tidak
boleh dimanfaatkan untuk pengobatan manusia lainnya, karena kaidah fikih
menyatakan : “suatu mudarat tidak bisa dihilangkan dengan mudarat lainnya”.
Akan tetapi, para ulama fikih berbeda pendapat mengenai
pengambilan organ tubuh untuk pengobatan dari orang yang telah dijatuhi
hukuman mati, seperti orang yang dirajam karena berbuat zina, atau murtad. Ulama Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, dan
Mazhab az-Zahiri, berpendapat bahwa sekalipun orang tersebut telah dijatuhi
hukuman mati, bagian tubuhnya tidak boleh dimanfaatkan untuk pengobatan,
walaupun dalam keadaan darurat. Sebaliknya, para ulama fikih berpendirian bahwa
dalam keadaan darurat organ tubuh orang yang telah dijatuhi hukuman mati boleh
dimanfaatkan untuk penyembuhan orang lain, dengan syarat bahwa pengambilan
organ tersebut dilakukan setelah ia wafat. Dalam kaitan
dengan ini, tidak ada salahnya apabila dokter melakukan pemeriksaan organ tubuh
terpidana, apakah bisa ditransplantasi atau tidak, sehingga pengambilan organ
tersebut tidak sia-sia. Di samping itu, pengambilan organ tubuh tersebut harus
diawasi oleh hakim dan dilakukan di bawah koordinasi dokter-dokter
spesialis.
Akhirnya
setelah perdebatan yang panjang, transplantasi menurut pandangan agama Islam percaya prinsip menyelamatkan nyawa manusia dengan transplantasi organ sebagai suatu kebutuhan untuk mendapatkan akhir yang
mulia. "Transplantasi sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran agama, jadi transplantasi dilarang
keras untuk dilakukan kecuali 1 hal boleh
dilakukan jika
seseorang itu dalam kondisi dimana nyawa seseorang
benar-benar terancam dan tak ada jalan lain sama sekali kalau ia masih mau
dipertahankan tetap hidup). Satu contoh dari hal yang spesifik itu adalah adanya fatwa yang
menyatakan bahwa pencangkokan organ hanya boleh diambil dari donor hidup, dan
tak boleh membahayakan nyawa.
Majelis
Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa pada
tahun 1979:
“Seseorang
yang semasa hidupnya berwasiat akan menghibahkan tubuhnya sesudah wafat dengan diketahui dan disetujui dan disaksikan
oleh warisnya, wasiat itu dapat dilaksanakan dan harus dilakukan oleh ahli
bedah”.
Persoalan lain yang menyangkut transplantasi organ tubuh adalah
jual-beli atau sumbang organ tubuh kepada orang yang memerlukannya. Pandangan islam menurut para ulama fikih tidak membolehkan seseorang memperjualbelikan organ tubuhnya
karena hal itu bisa mencelakakan dirinya sendiri. Sikap mencelakakan diri
sendiri dikecam oleh Allah SWT melalui firman-Nya dalam surah al-baqarah ayat 195. Menurut Jamaluddin Abu Muhammad, salah satu tokoh fikih menyatakan bahwa sepakat untuk tidak
memperjualbelikan organ tubuh manusia. Organ tubuh manusia, menurut mereka, merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari manusia itu sendiri, karena masing-masing organ tubuh
mempunyai fungsi yang melekat dengan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu,
memperjualbelikan bagiannya sama dengan memperjualbelikan manusia itu sendiri.
Memperjualbelikan manusia diharamkan. Benar bahwa Allah SWT
telah menyebutkan bahwa, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran :
"Sesungguhnya orang-orang yang memperjualbelikan manusia itu najis"
(QS. At-Taubah: 28)
Para ulama
fiqih mengatakan bahwa 'najis' dalam ayat tersebut bukanlah dimaksudkan untuk
najis indrawi yang berhubungan Dengan badan, melainkan najis maknawi yang
berhubungan dengan hati dan akal (pikiran).
Pandangan
yang menentang transplantasi diajukan atas dasar
setidaknya tiga alasan:
1.
Kesucian hidup/tubuh manusia : setiap bentuk perlakuan terhadap tubuh manusia
dilarang, karena ada beberapa perintah yang jelas mengenai ini dalam Al-Qur’an.
Dalam kaitan ini ada satu hadis (ucapan) Nabi Muhammad yang terkenal yang
sering dikutip untuk menunjukkan dilarangnya manipulasi atas tubuh manusia,
meskipun sudah menjadi mayat :
“Mematahkan tulang mayat seseorang adalah sama berdosa dan melanggarnya
dengan mematahkan tulang orang itu ketika ia masih hidup.”
2. Tubuh manusia adalah amanah : hidup, diri, dan tubuh
manusia pada dasarnya adalah bukan miliknya sendiri, tapi pinjaman dari Tuhan
dengan syarat untuk dijaga, karena itu manusia tak memiliki hak mendonorkannya
pada orang lain.
3. Tubuh tak boleh diperlakukan sebagai benda
material semata: pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh
seseorang untuk dicangkokkan pada tubuh orang lain; di sini tubuh dianggap
sebagai benda material semata yang bagian-bagiannya bisa dipindah-pindah tanpa
mengurangi ke-tubuh-an seseorang.
1.1
Transplantasi
menurut pandangan agama Kristen Katolik
Banyak orang Kristen mungkin gagal untuk
menyumbangkan organ. Dalam berdebat untuk diperbolehkannya donor
organ tubuh, Simcox mencakup ajaran-ajaran Paulus tentang tubuh dibangkitkan.
Sebuah pemahaman yang benar 1 Korintus 15:35-49 mengajarkan perbedaan yang
besar antara tubuh fisik pada saat kematian, yang mungkin terkubur atau dibuang dengan beragai cara dan tubuh rohani kebangkitan. Pandangan Katolik transplantasi sebagai tindakan amal dan
cinta. Transplantasi secara moral dan etika dapat diterima. Paulus XVI
menyatakan "Untuk menjadi donor organ berarti untuk melaksanakan suatu
tindakan cinta kepada seseorang yang membutuhkan, ke arah seorang saudara dalam
kesulitan. Ini adalah tindakan bebas cinta yang setiap orang yang berkehendak
baik dapat melakukannya setiap saat untuk memberikan organ kepada siapa saja
mungkin membutuhkan. Alkitab
tidak melarang memperpanjang hidup melalui prosedur medis transplantasi organ. Dalam
pandangan agama Katolik, transplantasi
ditegaskan Paus Yohanes Paulus I pada September 1978:
“Mendonorkan
anggota tubuh setelah meninggal adalah sumbangan kemanusiaan yang mulia dalam
rangka memperbaiki dan memperpanjang hidup sesamanyaâ”
Jadi, menurut pandangan agama kristen
katolik sendiri transplantasi itu diperbolehkan.
1.2
Transplantasi menurut pandangan agama Kristen Protestan
Transplantasi menurut pandangan protestan sendiri memperbolehkan transplantasi. Iman kristen didasarkan dalam
kehidupan Yesus Kristus. Sepanjang hidupnya, Yesus mengajar orang untuk
mencintai satu sama lain dan dia membuktikan cintanya kepada dunia atas salib.
Hal ini karena hal ini bahwa orang Kristen menganggap donor organ tubuh sebagai
tindakan cinta sejati dan cara mengikuti teladan Yesus. Gereja Kristen
mendorong donasi organ dan jaringan, yang menyatakan bahwa kita diciptakan
untuk kemuliaan Allah dan untuk berbagi kasih Allah. Sebuah resolusi pada tahun 1985, yang diadopsi oleh Majelis Umum,
mendorong anggota Gereja Kristen (Murid-murid Kristus) untuk mendaftar sebagai
donor organ dan dukungan doa mereka yang telah menerima transplantasi organ "Gereja
tidak menentang donor organ tubuh selama organ-organ dan jaringan digunakan
untuk kehidupan manusia yang lebih baik, yaitu, untuk transplantasi atau untuk
penelitian yang akan mengarah pada peningkatan dalam pengobatan dan pencegahan
penyakit. Sumbangan organ dan jaringan adalah tindakan yang tidak
mementingkan diri sendiri. Dalam pandangan agama Protestan, hal itu tertulis dalam Kitab Matius 22:38-39:
“Kasihilah Tuhan Allahmu
dengan segenap hatimu dan segenap akal budimu.
Kasihilah sesama manusia seperti
dirimu sendiri.”
1.3
Transplantasi menurut pandangan agama Budha
Budha percaya bahwa donasi organ dan jaringan adalah masalah
hati nurani individu dan menempatkan nilai tinggi pada tindakan-tindakan belas
kasih. Pendeta Gyomay Masao, dan pendiri Candi Budha Chicago mengatakan,
"Kita menghormati orang-orang yang menyumbangkan organ tubuh mereka dan
untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan medis untuk menyelamatkan nyawa. Dalam agama Buddha, berdana
berupa transplantasi merupakan Dana Paramita, yang dapat meningkatkan nilai
kehidupan manusia di dalam kehidupan yang akan datang.
1.4
Transplantasi menurut pandangan
agama Hindu
Hindu tidak dilarang oleh hukum agama untuk menyumbangkan organ
mereka. Tindakan ini merupakan keputusan
individu. Kitab dalam ajaran hindu tidak melarang tentang
bagian-bagian tubuh manusia yang digunakan untuk kepentingan manusia lain dan
masyarakat. Dalam agama hindu menunjukkan bahwa bagian-bagian dari manusia baik hidup ataupun mati , dapat
digunakan untuk meringankan penderitaan manusia lain. Dalam ajaran Hindu,
tertulis dalam kitab Dharma Sastra Sarasamuccaya, antara lain Saras III : 39 :
“Sudah menjadi
hukum keluarga bahwa saat kematian telah tiba tinggallah jasmani yang tidak
berguna dan pasti dibuang. Maka itu, berusahalah berbuat berdasarkan darma
sebagai sahabatmu untuk mengantarkan engkau ke dunia bahagia kekal.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar